Selasa, 18 Januari 2011

jurnalisme

Jurnalisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Jurnalistik atau Jurnalisme berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari perkataan latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan publisistik. Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Aktivitas

Jurnalisme dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.
Jurnalis seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin kebebasan dalam pers.
Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend. Jurnalisme meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.

[sunting] Sejarah

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI

dasar2 jurnalistik

Oleh: Kristina Dwi Lestari
Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.
Apa Itu Jurnalistik?
Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
a. Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.
b. Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
c. Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.
e. Peran Pers
Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.
Berita
Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata "berita" atau "news". Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. "News" sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan "north", "east", "west", dan "south". Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.
Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi "straight news" yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara "straight news" tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan "feature" atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah "feature" tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.
Nilai Berita
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.
  1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
  2. Aktual: terbaru, belum "basi".
  3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
  4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
  5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).
Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya "Teknik Menulis Berita dan Feature", malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:
  1. sesuatu yang unik,
  2. sesuatu yang luar biasa,
  3. sesuatu yang langka,
  4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
  5. menyangkut keinginan publik,
  6. yang tersembunyi,
  7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
  8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
  9. pemikiran dari tokoh penting,
  10. komentar/ucapan dari tokoh penting,
  11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
  12. hal lain yang luar biasa.
Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.
Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.
  1. Judul atau kepala berita (headline).
  2. Baris tanggal (dateline).
  3. Teras berita (lead atau intro).
  4. Tubuh berita (body).
Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.
Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).
  1. Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
  2. What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
  3. Where - di mana terjadinya peristiwa itu?
  4. Why - mengapa peristiwa itu terjadi?
  5. When - kapan terjadinya?
  6. How - bagaimana terjadinya?
Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.
Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
  1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
  2. Proses wawancara.
  3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
  4. Partisipasi dalam peristiwa.
Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.
Sumber bacaan:
Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.
Ishwara, Luwi. 2005. "Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar". Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature". Jakarta: Indeks

PENGERTIAN MENGENAI ILMU DAN TEORI KOMUNIKASI

Dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai ilmu dan teori komunikasi, maka di awal pembahasan yang perlu kita pahami bersama adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum. Banyak sekali pengertian yang bisa dikemukakan mengenai ilmu. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pengertian yang mencerminkan indikasi sebuah ilmu.
1. ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)
2. konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3. pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)
4. ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi (Tan, 1954)
Dari empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait.
Pengertian ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu mengindikasikan tiga ciri:
1. ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika.
2. ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. ilmu harus berlaku umum.
PENGERTIAN MENGENAI ILMU KOMUNIKASI
Pengertian mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara umum. Yang membedakan adalah objek kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.
Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran:
1. objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia.
2. ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.
3. ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.
Sehingga secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan.
PENGERTIAN MENGENAI TEORI KOMUNIKASI
Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
 Teori adalah abstraksi dari realitas.
 Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan defenisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis.
 Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan.
 Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima/terbukti secara empiris.
Dari unsur di atas dapat disimpulkan bahwa teori pada dasarnya merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empirik tentang suatu fenomena. Bentuknya merupakan pernyataan-pernyataan yang berupa kesimpulan tentang suatu fenomena.
Teori memiliki dua ciri umum:
1. semua teori adalah “abstraksi” tentang sesuatu hal, yang berarti suatu teori bersifat terbatas.
2. Semua teori adalah konstruski ciptaan individual manusia. Oleh karena itu sifatnya relatif dalam arti tergantung pada cara pandang sipencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan sekitarnya.
Jadi berdasarkan hal di atas teori komunikasi adalah konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia.
PENJELASAN DALAM TEORI
Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan pendefenisian variable-variabel, tetapi juga mengidentifikasikan keberaturan hubungan diantara variable. Menurut Litlejohn (1987), penjelasan dalam teori berdasarkan pada “prinsip keperluan” (the principle of necessity) yakni suatu penjelasan yang menerangkan variable-variabel apa yang mungkin diperlukan untuk menjelaskan atau menghasilkan sesuatu. Misalnya untuk menghasilkan variable X, mungkin diperlukan variable Y dan Z. selanjutnya dijelaskan pula bahwa prinsip ini terdiri dari 3 macam, yaitu:
1. causal necessity (keperluan kausal). Berdasarkan pada azas sebab-akibat. Misalnya karena ada X dan Z maka ada Y.
2. practical necessity (keperluan praktis). Mengacu pada hubungan tindakan-konsekuensi. Menurut prinsip ini X dan Z memang bertujuan untuk, atau praktis untuk menghasilkan Y.
3. logical necessity (keperluan logis). Prinsip ini berdasarkan asas konsistensi logis. Artinya X dan Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan Y.
SIFAT & TUJUAN TEORI
Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melilhat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Karenanya teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Bila sebaliknya, maka teori demikian tergolong teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhi kedua unsure tersebut:
1. teori yang sesuai dengan realitas kehidupan
2. teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan yang nyata.
FUNGSI TEORI
Mengenai fungsi teori, secara rinci Littlejohn menyatakan 9 fungsi dari teori:
1. mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. Ini berarti bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.
2. memfokuskan. Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal, bukan banyak hal.
3. menjelaskan. Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya. Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa tertentu.
4. pengamatan. Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep operasional yang akan dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi teori.
5. membuat predikasi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.
6. fungsi heuristik atau heurisme. Artinya bahwa teori yang baik harus mampu merangsang penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
7. komunikasi. Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan, yang memungkinkan untuk menyempurnakan teori. Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat dilakukan.
8. fungsi kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. generatif. Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
PENGEMBANGAN TEORI
Proses pengembangan atau pembentukan teori umumnya mengikuti model pendekatan eksperimental yang lazim dipergunakan dalam ilmu pengetahuan alam. Menurut pendekatan ini, biasa disebut Hyphotetif-deductive method, proses pengembangan teori melibatkan empat tahap sebagai berikut:
1. developing questions (mengembangkan pertanyaan),
2. forming hyphotheses (membentuk hipotesis)
3. testing the hyphotheses (menguji hipotesis)
4. formulating theory (memformulasikan theory)
(lihat bagan siklus empirik )
Siklus empiris menunjukan bahwa:
1. asumsi-asumsi teori dideduksi menjadi hipotesis. Asumsi disusun berdasarkan suatu teori yang kemudian digunakan sebagai landasan pikir dalam menganalisa suatu fenomena yang menjadi objek pengamatan kita. Hipotesa merupakan asumsi atau dugaan sementara terhadap hal yang diamati yang berupa suatu pernyataan yang terdiri dari sejumlah konsep atau variabel.
2. hipotesis dirinci lagi ke dalam konsep-konsep operasional (variabel) yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk pengamatan/observasi. Berdasarkan itu dibuat parameter penelitian dan instrumen penelitian, contohnya quesioner.
3. hasil-hasil temuan dari pengamatan yang dilakukan melalui metode dan pengukuran tertentu kemudian dibuat generalisasi yang akhirnya diinduksi menjadi teori.
Ada beberapa patokan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi kesahihan teori:
1. cakupan teoritis (theoritical scope). Teori yang dibangun harus memiliki keberlakuan umum. Artinya dapat dijadikan standar untuk mengamati fenomena yang berkaitan dengan teori tersebut.
2. kesesuaian (appropriatness). Apakah isi teori sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teoritis yang diteliti. Artinya landasan pikirnya dapat memberikan cara yang sesuai dan benar untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3. heuristic. Apakah suatu teori yang dibentuk punya potensi untuk menghasilkan penelitian atau teori-teori lainnya yang berkaitan. Sebagaimana telah dijelaskan diawal suatu teori merupakan hasil konstruksi atau ciptaan manusia, maka suatu teori sangat terbuka untuk diperbaiki.
4. validity. Konsistensi internal dan eksternal. Artinya memiliki nilai-nilai objektivitas yang akurat, karena teori merupakan suatu acuan berpikir. Konsistensi internal mempersoalkan apakah konsep dan penjelasan teori konsisten dengan pengamatan, sementara itu konsistensi eksternal mempertanyakan apakah teori yang dibentuk didukung oleh teori-teori lainnya yang telah ada.
5. parsimony. Kesederhanaan, artinya teori yang baik adalah teori yang berisikan penjelasan-penjelasan yang sederhana.
by : Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey, 1996.

PERSPEKTIF DALAM ILMU KOMUNIKASI

Secara umum sejumlah teori komunikasi menggunakan metode dan logika penjelasan yang terdiri dari empat perspektif yang mendasari pengembangan teori dalam ilmu komunikasi. Keempat perspektif itu adalah:
1. Covering Law Theories (CL)
Pespektif ini berangkat dari prinsip sebab-akibat atau hubungan kausal. Rumusan umum dari prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan hipotesis.
Misal; jika A . . ., maka B . . .Menurut Dray penjelasan CL didasarkan pada dua asas:
(1) teori berisikan penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
(2) penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan.
Dalam CL terdapat tiga macam penjelasan:
1. Deductive-Nomological (D-N), penjelasan terbagi atas dua bagian, yaitu objek penjelasan (apa yang dijelaskan) dan subjek penjelasan (apa yang menjelaskan). Contoh semua X . . adalah Y. X dan Y bersifat universal.
2. Deductive-Statistical (D-S), berdasarkan prinsip probabililstik dalam ststistik. Formulanya dapat dirumuskan sebagai berikut: P (X,Y)=R, menyatakan R menunjukan bahwa proporsi X bersama Y bisa sama dengan R.
3. Inductive-Statistical (I-S), prisipnya sama dengan D-S, bedanya subjek penjelasan dijadikan pendukung induktif untuk menerangkan objek penjelasan. Contoh; P (T,R) = 0,90.
Prinsip Covering laws ini pada dasarnya memiliki keterbatasan:
1. Keberlakuan prinsip universalitas bersifat relatif.
2. Formula statistik CL sulit diterapkan dalam mengamatia tingkah laku manusia. Karena pada dasarnya tingkah laku manusia suka berubah dan sulit diterka.
3. Manusia dalam kehidupannya juga terikat pada ikatan budaya tertentu.
4. Kehidupan manusia penuh keragaman dan kompleks.
5. Terlalu berdasar pada hitungan statistik yang belum tentu sesuai dengan realitas.
2. Rule Theories.
Pemikiran perspektif ini berdasarkan pada prinsip praktis bahwa manusia aktif memilih dan mengubah aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik individu-individu yang berinteraksi harus menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri, tetapi juga harus ada aturan atau kesepakatan dalam hal giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa, dan sebagainya, agar tidak terjadi konflik atau kekacauan.
Perspektif ini memiliki dua ciri utama:
1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari kehidupan manusia.
2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan sebab akibat.
Para ahli penganut aliran evolusi mengemukakan bahwa dalam mengamati tingkah laku manusia, perspektif ini menunjuk tujuh kelompok di mana masing-masing mempunyai penekanan yang berbeda dalam pengamatannya.
1. memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan.
2. mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan.
3. menitikberatkan perhatiannya pada aturan-aturan yang menentukan tingkah laku.
4. mengamati aturan-aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku.
5. memfokuskan pengamatannya pada aturan-aturan yang mengikuti tingkah laku.
6. mengikuti aturan-aturan yang menerapkan tingkah laku.
7. memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan.
Dalam konteks komunikasi antarpribadi, pemikiran perspektif ini menekankan bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil atau refleksi dari penerapan aturan yang disepakati bersama. Dalam hal ini ada empat proposisi yang diajukan:
1. tindakan-tindakan yang bersifat gabungan, kombinasi dan asosiasi merupakan ciri-ciri perilaku manusia.
2. Tindakan-tindakan di atas disampaikan melalui pertukaran informasi simbolis.
3. Penyampaian informasi simbolis menuntut adanya interaksi antarsumber, pesan, dan penerima yang sesuai dengan aturan komunikasi yang disepakati.
4. Aturan-aturan komunikasi ini mencakup pola-pola umum dan khusus.
3. Sistem Theories.
Secara umum sistem mempunyai empat ciri:
(1) sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari elemen-
elemen yang masing-masing mempunyai karakteristik
tersendiri.
(2) sistem berada secara tetap dalam lingkungan yang berubah.
(3) sistem hadir sebagai reaksi atas lingkungan.
(4) sistem merupakan koordinasi dari hirarki.
Ada banyak jenis sistem, tetapi yang sering terkait dengan teori komunikasi adalah sistem terbuka dan structural-functional.
Sistem terbuka (open sistem) ditandai dengan:
i. Unsur-unsur yang ada dalam sistem
ii. Fungsi dari masing-masing sistem
iii. Hubungan antara unsur dalam sistem
iv. Lingkungan sosial budaya di mana sistem berada.
Komunikasi organisasi banyak dipengaruhi oleh logika berpikir sistem, di mana komunikasi organisasi berhubungan dengan komunikasi interpersonal dalam oranisasi yang di dalamnya terdapat hirarki.
4. Symbolic Interactionisme
Perspektif ini berkembang dari sosiologi. Menurut Jarome Manis & Bernard Meletzer terdapat tujuh proposisi umum yang mendasarinya:
1. tingkah laku manusia dan interaksi antarmanusia dilakukan melalui perantaraan lambang-lambang yang mengandung arti.
2. orang menjadi menusiawi setelah berinteraksi dengan orang-orang lain.
3. masyarakat merupakan himpunan dari orang-orang yang berinteraksi.
4. manusia secara sukarela aktif membentuk tingkah lakunya sendiri.
5. kesadaran dan proses berpikir seseorang melibatkan proses interaksi dalam dirinya.
6. bahwa manusia membangun tingkah lakunya dalam melakukan tindakan-tindakannya.
7. untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan penelaahan tentang tingkah laku perbuatan tersembunyi.
Tokoh yang paling dikenal dalam aliran ini adalah Herbert Mead dengan bukunya,”Mind, Self and Society”. Diikuti kemudian Manford Kuhn (The Iowa School) dan Herbert Blumer (The Chicago School).
Pokok pikiran G.H. Mead
Menurut Mead, orang adalah aktor (pelaku) dalam masyarakat, bukan reaktor. Sementara “Social act” sebagai payungnya. Dalam ha ini tindakan social mencakup tiga bagian yang saling berkaitan (1) gerak isyarat/gesture dari individu, (2) tanggapa terhadap gesture secara explicit atau impisit; (3) hasil dari tindakan dipersepsikan oleh kedua belah pihak.
Mead menyatakan bahwa tindakan merupakan suatu unit lengkap yang tidak bisa dianalisis secara terpisah. Masyarakat merupakan himpunan dari perbuatan-perbuatan kooperatif yang berlangsung diantara anggotanya. Kooperatif yang dimaksud bukan hanya menyangkut masalah fisik-biologis saja, tetapi juga menyangkut aspek psikologis, karena melibatkan proses berpikir (minding). Jadi kooperatif mengandung arti membaca atau memahami tindakan dan maksud orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan cara yang sepemahaman dengan orang lain. Hal ini pada dasarnya ingin menekankan pentingnya aspek berbagi arti atas simbol-simbol yang digunakan diantara anggota masyarakat. Dengan demikian interaksi social merupakan hasil perpaduan antara pemahaman diri sendiri dan pemahaman atas orang-orang lain.
Salah satu konsep yang dikembangkan oleh Mead adalah konsep generalized other, yang menunjukan bagaimana seseorang melihat dirinya sebagaimana orang lain melihat dirinya. Contoh konsep I and Me. Konsep “I” menunjuk pada kondisi seseorang melihat dirinya sendiri secara subjektif. Sedangkan konsep “me” adalah generalized other, yakni bagaimana seseorang melihat dirinya sebagai objek pandangan orang lain tentang dirinya.
Pokok Pikiran Herbert Blumer
Orang pertama yang mencetuskan istilah symbolic interctionist, pokok pikirannya antara lain:
1. manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan pemahaman arti dari sesuatu tersebut.
2. pemahaman arti ini diperoleh melalui interaksi.
3. pemahaman arti ini merupakan hasil proses interpretasi.
Dengan demikian “meaning” atau makna atau arti dari sesuatu, merupakan hasil dari proses internal dan eksternal (karena diperlukan interaksi). Menurut Blummer suatu objek mengandung tiga hal; (1) things atau benda fisik; (2) social things, atau benda sosial, seperti manusia; (3) ide/gagasan.
Sama halnya dengan Mead, Blumer memandang orang sebagai aktor, bukan reaktor. Tindakan sosial merupakan perluasan dari tindakan-tindakan individu, di mana masing-masing individu menyesuaikan tindakannya sehingga hasilnya adalah gabungan. Secara metodologis Blumer menempatkan dirinya sebagai orang kualitatif.
Pokok Pikiran Manford Kuhn
Berbeda dengan dua pemikiran di atas, Kuhn lebih bersifat mikro dan empiris/kuantitatif
Ada empat hal yang dikemukakan Kuhn:
1. objek sasaran, bisa mencakup semua aspek realitas. Dapat berbentuk benda, kualitas, peristiwa atau keadaan.
2. rencana tindakan, totalitas pola tindakan seseorang terhadap objek sasaran tertentu.
3. orientasi pada orang lain, orientasi kehidupan seseorang dipengaruhi oleh orang lain di sekitarnya.
4. konsep diri, mencakup (1) konsep diri dipandang sebagai rencana tindakan individu terhadap dirinya sebagai objek: (2) konsep diri mencakup identitas (peran dan status), minat (interest), tujuan, ideologi serta evaluasi diri.
Secara metodologis konsep diri ini bisa dioperasionalkan dalam dua variable:
i. ordering variable, yang diukur adalah hal-hal menonjol dalam individu, misalnya soal keagamaan , politik, dsb
ii. Thelocus variable, pengelompokkan pada peran yang terlihat seperti mahasiswa, suami, remaja, dsb.
Pokok Pikiran Kenneth Burke : The Dramatism
Pemikiran Burke juga Erving Goffman dan Hugh Duncantentang Symbolic Interactionism ditandai dengan penggunaan metafora-metafora dramatis. Menurutnya tindakan orang dalam kehidupan sehari-hari ibarat dalam panggung sandiwara.
Burke memandang tindakan (act) sebagai konsep dasar dalam dramatism. Lebih lanjut ia membedakan antara konsep action (tindakan) dan motion (gerak). Semua benda dan binatang di dunia ini memiliki gerak. Manusia memiliki tindakan. Tindakan pada dasarnya merupakan tingkah laku dari individu yang punya maksud dan bersifat sukarela. Dramatism adalah studi tentang tindakan aksi. Sedangkan tentang motion disebut sebagai mechanism.
Dalam pembahasannya tentang komunikasi, burke menggunakan lima konsep yang tidak dipisahkan satu sama lainnya: (1) persuasion/persuasi; (2)identification/identifikasi; (3) consubstansialitas; (4) communication; (5) rhetoric.
Teori komunikasi dari Burke ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. substansi adalah dasar dari proses komunikasi. Substansi ini bersifat umum, fundamental, atau esensi dari suatu substansi harus dipandang secara holistik/menyeluruh. Oleh karena itu komunikasi antar individu harus dipandang sebagai fungsi langsung dari upaya berbagi kebersamaan substansi. Ini karena komunikasi merupakan proses berbagi arti tentang lambang-lambang yang digunakan.
2. komunikasi melibatkan identifikasi tentang substansi. Kebalikan dari identifikasi adalah division. Melalui komunikasi identifikasi substansi semakin meningkat dan ini yang mendorong tombulnya kebersamaan arti (substantiality) dan kemudian adanya saling pengertian.
3. identifikasi dapat menjadi alat persuasi, dan upaya identifikasi ini bisa dilakukan secara sadar atau tidak sadar, direncanakan atau secara kebetulan. Idealnya, upaya identifikasi merupakan hasil perpaduan dari ide, sikap, perasaan dan nilai-nilai yang dipegang.
4. upaya identifikasi melibatkan strategi, atau dalam konsep Kuhn disebut sebagai plant of action. Strategi para komunikator untuk tujuan identifikasi ini pada dasarnya merupakan tindakan retorik (rhetorical act).
Burke mengemukakan suatu model analisis komunikasi yanng ia sebut sebagai dramatistic pentad. Model ini merinci 5 model komunikasi yang dapat digunakan untuk meneliti:
(1) Act, atau tindakan yang dilakukan aktor.
(2) Scene, yaitu situasi atau setting tindakan.
(3) Agent, semua yang menyangkut dari karakteristik dari si aktor.
(4) Agency, alat atau sarana yang dipakai aktor untuk melakukan tindakannya, seperti saluran, pesan, strategi, institusi, dll.
(5) Purpose, maksdu dan tujuan tindakan.
By: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey, 1996.
4. Brent D. Ruben, Communication and Behaviour, Prentice Hall, New Jersey, 2004

KAB 2

                Tema pokok yang sangat membedakan studi KAB dari studi komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan, latarbelakang, pengalaman yang relatif besar antara para komunikator, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan.  Sebagai asumsi dasar adalah bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan lainnya, spserti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan inheren dalam proses komunikasi manusia.  Dengan sifatnya yang demikian, KAB dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan  komunikasi massa.  Dalam perkembangannya teori KAB telah menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya adalah:
  • Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970)
  • Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974)
  • Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974)
  • Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya.  Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi KAB dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya.
Sejauh ini upaya pemerhati KAB lebih banyak diarahkan pada aspek intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi intercultural dari komunikasi.  Sebagaimana tradisi penelitian antropologi dan psikologi lintas budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari kegiatan penelitian memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai fenomena-fenomena komunikasi.
Dimensi Komunikasi antar-budaya
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan  berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan:
1)       Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan;
2)       Konteks sosial tempat terjadinya KAB;
3)       Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang verbal maupun non-verbal).
Dimensi pertama menunjukan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial.  Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut:
a)       Kawasan di dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat.
b)       Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara.
c)        Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
d)       Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro
e)       Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara)
Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi, dsb.  Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih persamaan dalam hal unsur-unsur dasar an proses komunikasi  (misalnya menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan).  Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya.  Maka variasi kontekstual misalnya; komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan interaksi  dalam peran sebagai dua orang mahasiswa.  Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus.
Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi.  Dimensi ini menunjukanm tentang saluran apa yang dipergunakan dalam KAB.  Secara garis besar saluran dapat dibagi atas:
  • Antarpribadi
  • Media massa
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB.  Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan keala sendiri.  Umumnya pengalaman antarpribadi dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam.
Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dlam mengklasifikasi fenomena KAB.  Misalnya kita dapat mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik.  Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya berbeda.
Hubungan Tmbal Balik antara Komunikasi dengan Kebudayaan
Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’.  Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta adanyasaling ketergantungan antar keduanya.  Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari bahwa:
1)       Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu;
2)       Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:
1)       Kebudayaan meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama.
2)       Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.
Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut.  Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.
Unsur-unsur Kebudayaan
Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya.  Samovar  (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan.  Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu.  Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
1)       Sistem keyakinan, nilai dan sikap.
2)       Pandangan hidup tentang dunia.
3)       Organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya.  Kita semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya.  Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya.  Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.
Peranan Persepsi Dalam komunikasi Antar Budaya
Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya KAB.  Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya.  Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka.  Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar.  Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya.  Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita.  Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan.  Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya.  Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna.  Kegiatan internal perseptual ini dipelajari.  Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan.  Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut.  Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek :
1.        struktur
jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan.  Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dll.  Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan.  Kita mngembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal.
Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya.  Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah” konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo.
Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu.  Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori.  Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dseb.
2.        stabilitas
dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah.  Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak.  Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah.
3.        makna
persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu.  Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru.  Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.
Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya.  Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai.  Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang.  Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita.  Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan  pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan.
Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa.  Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya.  Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu.  Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat
Dimensi-dimensi Persepsi
Kita telah membahas sebelumnya bahwa persepsi tentang lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya.  Untuk memahami bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok fundamental dari persepsi:
1)       Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi)
2)       Dimensi psikologis (menafsirkan).
Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi.
1)       Dimensi Persepsi secara Fisik
Sekaliun dimensi fisik ini merupakan tahp penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB, hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlali didalami.  Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar.  Tahap permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi, hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna.
Bagaimana bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda.  Karena setiap orang pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya.
2)       Dimensi Persepsi secara Psikologis
Dibandingkan denga penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku.  Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai dunia luar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu sbanyak masukan pesan.  Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang ada di sekitar kita.  Semus stimulus ini secara bermasaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku.  Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita terima.   Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang kita terima.  Proses penseleksian ini terjadi secara cepat (dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak sadar.
Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita.  Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota dari suatu kelompok kebudayaan tertentu.  Ini berarti bahwa kebudayaan memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi.
Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga yang saling berkaitan yakni:
1.        selective exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus)
2.        selective attention (seleksi dalam hal perhatian)
3.        selective retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan).

komunikasi antar pribadi

Pengertian KAP
Secara umum komunikasi antar pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Dalam pengertian tersebut mengandung 3 aspek:
i. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus.
ii. KAP merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
iii. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.
Dari ketiga aspek tersebut maka KAP menurut Judy C. Pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. KAP dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.
2. KAP bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan.
3. KAP mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.
4. komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi.
5. KAP melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.
6. KAP tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan.
KAP berlangsung antar dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antar pribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya.
Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam KAP pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persespsi si pengamat. Dengan demikian aspek psikologis mencakup pengamatan pada dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya.
Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini setiap individu berbeda. Karena setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula.
Faktor-faktor yang mem pengaruhi individu dalam KAP
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Dalam modul ini realita komunikasi antarpribadi dianalogikan seperti fenomena gunung es (the communication iceberg).
Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang mempengaruhi atau yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi.
Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang teramati atau terlihat (visible/observable aspect) yaitu:
1. interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis, pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda.
2. symbol. Terdiri dari symbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan symbolic language (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dll)
3. media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.
Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:
1. meaning (makna).
Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb.
2. learning.
• Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman.
• Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar.
• Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya.
• Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal.
• Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.
3. subjectivity.
• Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama.
• Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.
4. negotiation. Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian.
• Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna.
• Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.
5. culture.
• Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain.
• Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat
• Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat.
• Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi.
• Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah.
• Budaya menciptakan cara pandang (point of view)
6. interacting levels and context.
Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.
7. self reference.
Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.
8. self reflexivity.
Kesadaran diri (self-cosciousnes)merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.
9. inevitability.
Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.
Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita mellihat pola komunikasi yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang sederhana.
Dalam sudut pandang psikologis KAP merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi.
Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti memiliki kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan. Fisher mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah “diri” yang hadir dalam situasi antar pribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita.
Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antar pribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antarpribadi.
By. Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey, 1996.
4. Brent D. Ruben, Communication and Human Behaviour, Prentice Hall, New Jersey, 2004

uu informasi dan transaksi elektronik

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

[sunting] Pengertian dalam undang-undang :

  1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
  3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
  4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
  6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
  7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
  8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
  9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
  10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
  11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
  12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
  14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
  15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
  16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
  17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
  18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
  19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
  20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
  21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
  22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.